Sejarah bahasa Inggris bermula dari lahirnya bahasa Inggris di pulau  Britania kurang lebih 1.500 tahun yang lalu. Bahasa Inggris adalah  sebuah bahasa Jermanik Barat yang berasal dari dialek-dialek  Anglo-Frisia yang dibawa ke pulau Britania oleh para imigran Jermanik  dari beberapa bagian barat laut daerah yang sekarang disebut Belanda dan  Jerman. Pada awalnya, bahasa Inggris Kuno adalah sekelompok dialek yang  mencerminkan asal-usul beragam kerajaan-kerajaan Anglo-Saxon di  Inggris. Salah satu dialek ini, Saxon Barat akhirnya yang berdominasi.  Lalu bahasa Inggris Kuno yang asli kemudian dipengaruhi oleh dua  gelombang invasi.
Gelombang invasi pertama adalah invasi para penutur bahasa dari cabang  Skandinavia keluarga bahasa Jerman. Mereka menaklukkan dan menghuni  beberapa bagian Britania pada abad ke-8 dan ke-9.
Lalu gelombang invasi kedua ini ialah suku Norman pada abad ke-11 yang  bertuturkan sebuah dialek bahasa Perancis. Kedua invasi ini  mengakibatkan bahasa Inggris "bercampur" sampai kadar tertentu (meskipun  tidak pernah menjadi sebuah bahasa campuran secara harafiah).
Hidup bersama dengan anggota sukubangsa Skandinavia akhirnya menciptakan  simplifikasi tatabahasa dan pengkayaan inti Anglo-Inggris dari bahasa  Inggris.
Bahasa Inggris Purba (Bahasa Inggris Proto)
Suku-sukubangsa Jermanik yang memelopori bahasa Inggris (suku Anglia,  Saxon, Frisia, Jute dan mungkin juga Frank), berdagang dengan dan  berperang dengan rakyat Kekaisaran Romawi yang menuturkan bahasa Latin  dalam proses invasi bangsa Jermanik ke Eropa dari timur. Dengan itu  banyak kata-kata Latin yang masuk kosakata bangsa-bangsa Jermanik ini  sebelum mereka mencapai pulau Britania. Contohnya antara lain adalah  camp (kamp), cheese (keju), cook (memasak), dragon (naga), fork (porok,  garpu), giant (raksasa), gem (permata), inch (inci), kettle (ketel),  kitchen (dapur), linen (kain linen), mile (mil), mill (kincir angin),  noon (siang), oil (oli, minyak), pillow (bantal), pin (paku), pound  (pon), soap (sabun), street (jalan), table (meja), wall (tembok), dan  wine (anggur). Bangsa Romawi juga memberi bahasa Inggris beberapa kata  yang mereka sendiri pinjam dari bahasa-bahasa lain seperti kata-kata:  anchor (jangkar), butter (mentega), cat (kucing), chest (dada), devil  (iblis), dish (piring, makanan), dan sack (saku).
Menurut Anglo-Saxon Chronicle, sekitar tahun 449, Vortigern, Raja  Kepulauan Britania, mengundang "Angle kin" (Suku Anglia yang dipimpin  oleh Hengest dan Horsa) untuk menolongnya dalam penengahan konflik  dengan suku Pict. Sebagai balasannya, suku Angles diberi tanah di  sebelah tenggara Inggris. Liet5uryi 5u6 wsdalu pertolongan selanjutnya  dibutuhkan dan sebagai reaksi "datanglah orang-orang dari Ald Seaxum  dari Anglum dari Iotum" (bangsa Saxon, suku Anglia, dan suku Jute).  Chronicle ini membicarakan masuknya banyak imigran atau pendatang yang  akhirnya mendirikan tujuh kerajaan yang disebut dengan istilah  heptarchy. Para pakar modern berpendapat bahwa sebagian besar cerita ini  merupakan legenda dan memiliki motif politik. Selain itu identifikasi  para pendatang di Inggris dengan suku Angle, Saxon, dan Jute tidak  diterima lagi dewasa ini (Myres, 1986, p. 46 dst.), terutama setelah  diterima bahwa bahasa Anglo-Saxon ternyata lebih mirip dengan bahasa  Frisia daripada bahasa salah satu sukubangsa yang disebut di atas ini.
Bahasa Inggris Kuno
ara pendatang yang menginvasi pulau Britania mendominasi penduduk  setempat yang menuturkan bahasa Keltik. Bahasa Keltik akhirnya bisa  lestari di Skotlandia, Wales dan Cornwall. Dialek-dialek yang  dipertuturkan oleh para pendatang yang menginvasi Britania pada zaman  sekarang disebut dengan nama bahasa Inggris Kuno, dan akhirnya bahasa  Anglo-Saxon. Kemudian hari, bahasa ini dipengaruhi bahasa Jermanik  Utara; bahasa Norwegia Kuna yang dipertuturkan oleh kaum Viking yang  menginvasi dan akhirnya bermukim di sebelah timur laut Inggris (lihat  JórvÃk). Para pendatang yang bermukim lebih awal menuturkan  bahasa-bahasa Jermanik dari cabang yang berbeda. Banyak dari akar  kosakata mereka memang sama atau mirip, meski tatabahasanya agak lebih  berbeda termasuk prefiks (awalan), sufiks (akhiran), dan hukum infleksi  (takrifan) dari banyak kata-kata. Bahasa Jermanik dari orang-orang  Britania yang berbahasa Inggris Kuno ini, terpengaruhi kontak dengan  orang-orang Norwegia yang menginvasi Britania. Hal ini kemungkinan besar  merupakan alasan daripada penyederhanaan morfologis bahasa Inggris  Kuno, termasuk hilangnya jenis kelamin kata benda dan kasus (kecuali  pronominal). Karya sastra ternama yang masih lestari dari masa Inggris  Kuno ini adalah sebuah fragmen wiracarita "Beowulf". Penulisnya tidak  diketahui, dan karya ini sudah dimodifikasi secara besar oleh para  rohaniwan Kristen, lama setelah digubah.
Kemudian introduksi agama Kristen di Britania menambah sebuah gelombang  baru yang membawa banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Latin dan bahasa  Yunani.
Selain ada yang berpendapat bahwa pengaruh bahasa Norwegia berlangsung sampai pada Abad Pertengahan awal.
Masa Inggris Kuno secara resmi berakhir dengan Penaklukan Norman, ketika  bahasa Inggris secara drastik dipengaruhi bahasa kaum Norman ini yang  disebut bahasa Norman dan merupakan sebuah dialek bahasa Perancis.
Penggunaan istilah Anglo-Saxon untuk mendeskripsikan pembauran antara  bahasa serta budaya Anglia dan Saxon merupakan sebuah perkembangan  modern. Menurut Lois Fundis, (Stumpers-L, Jum’at, 14 Des 2001)
    "The first citation for the second definition of 'Anglo-Saxon',  referring to early English language or a certain dialect thereof, comes  during the reign of Elizabeth I, from an historian named Camden, who  seems to be the person most responsible for the term becoming well-known  in modern times."
    "Kutipan pertama untuk definisi kedua 'Anglo-Saxon', merujuk pada  bahasa Inggris awal atau dialek tertentu dari bahasa ini, muncul selama  pemerintahan Elizabeth I, dari seorang sejarawan bernama Camden, yang  kelihatannya menjadi orang paling bertanggung jawab untuk menjadi  terkenalnya istilah ini pada masa modern."
Bahasa Inggris Pertengahan 
Selama 300 tahun setelah invasi kaum Norman di Britania pada tahun 1066,  raja-raja Norman dan kaum bangsawan hanya menuturkan bahasa Perancis  dialek Norman saja yang disebut dengan nama bahasa Anglo-Norman.  Sementara itu bahasa Inggris berlanjut sebagai bahasa rakyat. Sementara  Anglo-Saxon Chronicle tetap ditulis sampai tahun 1154, sebagian besar  karya sastra lainnya dari masa ini ditulis dalam bahasa Perancis Kuna  atau bahasa Latin.
Sejumlah besar kata-kata Norman dipinjam dalam bahasa Inggris Kuno dan  menghasilkan banyak sinonim (sebagai contoh diambil ox/beef (sapi),  sheep/mutton (kambing), dan lain-lain). Pengaruh Norman ini memperkuat  kesinambungan perubahan-perubahan bahasa Inggris pada abad-abad  selanjutnya dan menghasilkan sebuah bahasa yang sekarang disebut dengan  istilah bahasa Inggris Pertengahan. Salah satu perubahannya adalah  meningkatnya pemakaian sebuah aspek unik tatabahasa Inggris yang disebut  dengan istilah continuous tense dengan imbuhan atau sufiks -ing.
Ejaan bahasa Inggris juga dipengaruhi bahasa Perancis pada periode ini.  Bunyi-bunyi /θ/ dan /ð/ sekarang dieja sebagai th dan bukan dengan huruf  Inggris Kuno þ and ð, yang tidak ada dalam bahasa Perancis.
Selama abad ke-15, bahasa Inggris Pertengahan berubah lebih lanjut lagi.  Perubahan ini disebut sebagai The Great Vowel Shift ("Pergeseran Vokal  Besar"), dan dimulai dengan penyebaran dialek London bahasa Inggris yang  mulai dipakai oleh pemerintahan dan munculnya buku-buku cetak. Bahasa  Inggris modern sendiri bisa dikatakan muncul pada masa William  Shakespeare. Penulis ternama dari masa Inggris Pertengahan ini ialah  Geoffrey Chaucer, dengan karyanya yang terkenal The Canterbury Tales.
Banyak sumber sezaman menyatakan bahwa dalam kurun waktu lima puluh  tahun setelah Invasi kaum Norman, sebagian besar kaum Norman di luar  istana berganti bahasa dan menuturkan bahasa Inggris. Bahasa Perancis  kala itu tetap menjadi bahasa resmi pemerintahan dan perundang-undangan  yang bergengsi di luar dinamika sosial. Sebagai contoh, Orderic Vitalis,  seorang sejarawan yang lahir pada tahun 1075 dan seorang anak ksatria  Norman, menyatakan bahwa ia hanya mempelajari bahasa Perancis sebagai  bahasa kedua.
Sastra Inggris mulai muncul kembali pada sekitar tahun 1200 Masehi  ketika perubahan iklim politik dan jatuhnya bahasa Anglo-Norman membuat  hal ini lebih bisa diterima. Pada akhir abad tersebut, bahkan kalangan  kerajaan sudah berganti menuturkan bahasa Inggris. Sedangkan bahasa  Anglo-Norman masih tetap dipakai pada kalangan tertentu sampai agak  lama, namun akhirnya bahasa ini juga tidak merupakan bahasa hidup lagi.
Bahasa Inggris Modern Awal 
Mulai dari abad ke-15, bahasa Inggris berubah menjadi bahasa Inggris  Modern, yang seringkali ditarikh bermula dengan Great Vowel Shift  (“Pergeseran Bunyi Besar”).
Setelah itu bahasa Inggris mulai banyak mengambil kata-kata pungutan  dari bahasa-bahasa asing, terutama bahasa Latin dan bahasa Yunani  semenjak zaman Renaisans. Karena banyak kata-kata dipinjam dari bahasa  yang berbeda-beda, dan ejaan bahasa Inggris bisa dikatakan tidak  konsisten, maka risiko pelafazan salah kata-kata cukup tinggi. Namun  sisa-sisa dari bentuk-bentuk yang lebih kuna masih ada pada beberapa  dialek regional, terutama pada dialek-dialek di West Country.
Pada tahun 1755 Samuel Johnson menerbitkan kamus penting bahasa Inggris  pertama, yang berjudul Dictionary of the English Language.
Selasa, 22 Juli 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

 
0 komentar:
Posting Komentar